Kamis, 08 Januari 2009

STOP Penggunaan Kayu Dari Hutan Alam Untuk Industri Pulp

Bogor, 6 Januari 2009. Defisit bahan baku dua raksasa pulp RAPP dan IKPP merupakan akar masalah penyebab kerusakan hutan di Riau. Kedua perusahaan ini sampai saat ini masih mengandalkan pasokan bahan baku dari hutan alam untuk menutup defisit bahan baku dari HTI. Oleh karena itu Forest Watch Indonesia (FWI) mendesak pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk menghentikan penggunaan bahan baku kayu dari hutan alam untuk industri pulp. Dan meminta kedua perusahaan tersebut melakukan rasionalisasi kapasitas pabrik sesuai dengan kemampuan pasokan bahan baku dari HTI-nya.

Wirendro Sumargo, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) mengatakan, “Selama ini pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan sektoral yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan, eksploitatif dan tidak berkelanjutan”. Wirendro menambahkan, “Pembangunan pabrik pulp IKPP dan RAPP merupakan salah satu contoh yang membuktikan kecerobohan pemerintah pada saat itu karena kedua pabrik ini mulai beroperasi disaat bahan baku dari HTI sama sekali belum tersedia. Kondisi kekurangan bahan baku pun terus berlanjut karena pembangunan HTI oleh kedua perusahaan ini dan mitranya tidak mampu mengimbangi kapasitas pabrik”.
Operasi pemberantasan pembalakan liar pada tahun 2007 oleh Polda Riau dengan barang bukti berupa kayu bulat sitaan sebanyak kurang lebih 2 juta m3 kayu hutan alam sempat membuat RAPP dan IKPP kekurangan pasokan bahan baku. Kayu sitaan tersebut milik 14 perusahaan HTI yang merupakan mitra keduanya. Hal ini adalah salah satu bukti yang nyata-nyata menunjukkan bahwa kedua perusahaan ini masih sangat tergantung pada pasokan bahan baku dari hutan alam.
Laporan FWI sebelumnya menunjukkan bahwa berdasarkan realisasi penanaman HTI kedua perusahaan tersebut beserta mitra-mitranya hingga saat ini maka dipastikan ketergantungan mereka terhadap pasokan bahan baku dari hutan alam akan terus berlanjut sampai tahun 2014.
“Jadi tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain segera menghentikan pasokan bahan baku industri pulp dari hutan alam. Sedangkan kekurangan bahan bakunya bisa dipenuhi dari pembelian kayu hutan tanaman dalam negeri atau impor, sampai panen HTI-pulp mencukupi”, tegas Wirendro.

Catatan editor: 1. Forest Watch Indonesia merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.
2. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) merupakan salah satu perusahaan di bawah payung usaha Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. (APRIL) saat ini memiliki kapasitas industri pulp sebesar 2 juta ton per tahun dengan kebutuhan bahan baku sedikitnya 9,5 juta ton setiap tahunnya. Selama ini RAPP mendapatkan pasokan bahan baku dari HTI yang dibangunnya ditambah melalui usaha patungan (joint venture) ataupun operasi bersama (joint operation) dan melalui program hutan tanaman rakyat (HTR).
3. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) merupakan salah satu perusahaan di bawah payung usaha Asia Pulp and Paper Company Ltd. (APP) yang tergabung dalam grup Sinar Mas. Saat ini IKPP memiliki kapasitas industri pulp sebesar 2 juta ton per tahun dengan kebutuhan bahan baku sedikitnya 9,5 juta ton setiap tahunnya dan mengandalkan pasokan bahan baku dari HTI yang tergabung dalam grup Arara Abadi yang juga berada di bawah grup Sinar Mas, yaitu Sinar Mas Forestry.
4. RAPP dan IKPP sampai saat ini menguasai 62 persen kapasitas terpasang pulp nasional.
5. Laporan yang berjudul “Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam” Contoh Kasus RAPP dan IKPP, dapat didownload di website FWI: http://fwi.or.id/publikasi/PULP_INDUSTRIES_EXPANSION.pdf

Informasi lebih lanjut, kontak:
Wirendro Sumargo
Direktur Eksekutif
Forest Watch Indonesia,
HP: +62 8159280585,
email: rendro@fwi.or.id

Sekretariat Forest Watch Indonesia
Jalan Sempur Kaler No.26 Bogor,
Telp: +62 251 8323664, Fax: +62 251 8317926,
email: fwibogor@fwi.or.id; fwi@indo.net.id
website www.fwi.or.id

Jumat, 31 Oktober 2008

Press Release...

Keakuratan, Ketersediaan Dan Keterbukaan Data Serta Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Untuk Perencanaan Tata Ruang Wilayah Sebagai Solusi Dalam Menghambat Laju Deforestasi Dan Degradasi Hutan di Indonesia

Jakarta, 28 Oktober 2008. Forest Watch Indonesia bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Global Forest Coalition dan Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia mengadakan pertemuan dengan tema ‘Laju dan Penyebab Deforestasi dan Degradasi hutan di Indonesia’ pada tanggal 27 dan 28 Oktober 2008. Pertemuan ini dihadiri oleh ornop lingkungan, Departemen Kehutanan, organisasi masyarakat adat, akademisi dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.

Ada beragam data yang menunjukkan rata-rata laju deforestasi di Indonesia dari tahun ke tahun. Forest Watch Indonesia mengungkapkan bahwa laju deforestasi selama periode 1989 – 2003 adalah 1,9 juta hektar. Sementara Badan Planologi Departemen Kehutanan membagi dalam tiga periode yaitu, 1985 – 1997 sebesar 1,87 juta hektar, 1997 – 2000 sebesar 2,83 juta hektar dan 1,08 juta hektar pada periode tahun 2000 – 2005. FAO mencatat laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar selama 2000 – 2005. Berapa pun angka yang ditampilkan, menunjukkan bahwa laju deforestasi dan degradasi di Indonesia sangat tinggi dari waktu ke waktu.

Tingginya permintaan pasar global akan komoditi berbasis sumber daya alam seperti: kayu, minyak sawit, pulp, tambang, dan kertas mendorong sikap reaktif dan oportunis pemerintah untuk mengeluarkan banyak kebijakan sektoral yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan, eksploitatif dan tidak berkelanjutan. Di sisi lain, perencanaan dan pengawasan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh pemerintah tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Misalnya sampai saat ini dari 120,35 juta hektar kawasan hutan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan baru sekitar 12% yang dikukuhkan atau di tata batas (temu gelang).

Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan dampak lingkungan seperti: hilangnya keanekaragaman hayati, bencana alam, dan hilangnya sumber-sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Dalam konteks perubahan iklim global, kebakaran hutan dan lahan menjadikan Indonesia negara ke-3 penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia.

Pertemuan ini merumuskan bahwa akar masalah dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia, antara lain:

- Lemahnya perencanaan tata ruang wilayah dan sinkronisasi antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan (pusat, daerah tingkat I dan daerah tingkat II) mengakibatkan inkonsistensi kebijakan terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan.

- Lemahnya akomodasi dan perlindungan negara terhadap hak-hak masyarakat adat.

- Lemahnya keakuratan, ketersediaan dan keterbukaan data dari para pihak yang memiliki kewenangan terhadap isu pengelolaan sumberdaya hutan.

Informasi lebih lanjut, kontak:
Wirendro Sumargo

Public Campaign And Policy Dialogue Coordinator

Forest Watch Indonesia,
HP: +62 8159280585,
email: rendro@fwi.or.id

Sekretariat Forest Watch Indonesia
Jalan Sempur Kaler No.26 Bogor,
Telp: +62 251 8323664, Fax: +62 251 8317926,
email: fwibogor@fwi.or.id; fwi@indo.net.id
website www.fwi.or.id

Kamis, 23 Oktober 2008

Seminar “Laju dan Penyebab Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia”

Hutan merupakan kekayaan yang sangat berharga bagi ekosistem dunia, dimana didalamnya terdapat lebih dari 60% keanekaragaman hayati dunia. Hutan memiliki banyak nilai, seperti nilai sosial-ekonomi, bermacam-macam fungsi ekologis yang penting dalam kaitannya dengan lahan dan perlindungan serta nilai budaya yang tidak bisa dilepaskan dari hutan. Hutan bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya merupakan areal untuk mencari makan dan bertahan hidup. Bagi mereka hutan dapat menyediakan obat-obatan, madu, kayu bakar serta barang dan jasa lainnya seperti halnya nilai rohani dan budaya. Pada tataran global, hutan masih memegang peranan penting dalam pengaturan iklim dan menjadi reservoir karbon yang utama diatas permukaan bumi dan keberadaannya dapat mencegah peningkatan efek rumah kaca.
Berkurangnya luasan dan turunnya kualitas hutan sampai saat sekarang ini masih menjadi permasalahan utama dunia kehutanan Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari masih besarnya angka deforestasi Indonesia setiap tahunnya. Tentu hal ini tidak terjadi begitu saja, banyak hal yang menyebabkan hutan alam Indonesia terdeforestasi setiap tahunnya. Banyak faktor yang apabila kita analisa lebih lanjut dapat di-indikasikan sebagai penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia baik langsung maupun tidak langsung. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, maka pada beberapa tahun lalu terbentuk sebuah inisiatif yang disebut dengan ”Underlying Causes of Deforestation and Forest Degradation”. Studi-studi yang berkaitan dengan inisiatif ini sudah sangat banyak membuah pemikiran dan skenario tentang pelaku, bagaimana dan apa saja faktor yang menyebabkan penyusutan hutan dunia, terutama hutan hujan tropis.
Inisiatif ini pertama kali muncul ketika pada tahun 1995 salah satu komisi badan PBB membentuk IPF (Intergovernmnetal Panel on Forest), untuk membahas berbagai isu kehutanan secara luas dan salah satu isu utama pada waktu itu adalah ”Underlying Causes of Deforestation and Forest Degradation”. Sejak saat itu banyak studi dan penelitian yang dilakukan terkait inisiatif diatas, walaupun dalam perjalannya banyak terdapat perbedaan pendapat, namun dapat ditarik kesimpulan dari beberapa penelitian bahwa deforestasi dan degradasi hutan terjadi karena ada pelaku; penyebab langsung (direct causes); dan penyebab dasar (underlying causes).
Untuk itu maka Forest Watch Indonesia (FWI) bekerja sama dengan Global Forest Coalition (GFC) melakukan sebuah studi untuk mengidentifikasi akar penyebab deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia dan kaitannya dengan dampak terhadap masyarakat lokal dan masyarakat adat yang dalam kesehariannya sangat tergantung kepada keberadaan hutan disekitar mereka. Dalam hal ini maka dipilih tiga propinsi untuk dijadikan area studi (Riau, Kalbar dan Papua). Fokus studi ini adalah untuk mengetahui permasalahan kehutanan Indonesia, dalam kaitannya dengan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan, seperti tumpang tindih kebijakan antara pemerintahan pusat dan daerah; pemanfaatan fungsi hutan; aspek konservasi; dan beberapa hal lainnya.

Jumat, 22 Agustus 2008

Sumatera Forest State

Setelah merilis Kalimantan Forest Concession Database, beberapa waktu yang lalu, Forest watcher di Pendopo Sempur Kaler 26 kembali merilis Sumatera Forest State, yang berisi tentang peta konsesi perkebunan di Riau, peta hotspot di Sumatera, peta lahan gambut di Riau.

Rabu, 06 Agustus 2008

Oleh-oleh dari Ciamis

Kemarin saya ikut acara Pelatihan Rapid Land Tenure Assessment) bagi Praktisi dan Staff LBH-SPP di Desa Margaharja, kec. Sukadana, Kab. Ciamis yang diselenggarakan tanggal 28-29 July 2008 lalu. Pelatihan ini di inisiasi oleh kerjasama ICRAF-HuMa-WG Tenure-LBH-SPP serta YAPEMAS dengan dukungan Partnership for Governance Reform
Pelatihan ini berlangsung dengan semangat yang tinggi dari para peserta pelatihan yang terdiri dari OTL-OTL dari SPP yang tersebar dari 3 kabupaten. SPP sendiri terdiri dari lebih dari 100 desa yang tergabung dari 3 kabupaten yaitu Kabupaten Ciamis, Tasik, dan Garut. Berkumpul di desa Margaharja dengan fasilitas seadanya yang merupakan salah satu OTL yang ada di Kabupaten Ciamis. Di desa ini sudah berdiri satu balai pertemuan yang didirikan SPP dalam melakukan konsolidasi dengan masyarakat, dan dibalai inilah kita melakukan pelatihan. Peserta disediakan penginapan dirumah penduduk, tetapi peserta lebih memilih tidur di balai pertemuan ketimbang dirumah penduduk yang sebagian mereka beralasan tidak mau merepotkan penduduk sekitar padahal balai pertemuan tersebut adalah ruangan terbuka tanpa sekat. Bisa dibayangkan apalagi daerah Ciamis merupakan daerah dingin sedingin Siborong-borong kampung halamanku, para peserta tidak perduli dengan kondisi tersebut demi ilmu yang akan mereka peroleh dari hasil pelatihan. Salut dengan semangat dan perjuangan kawan-kawan disana. Sementara kita yang datang dari kota disediakan penginapan di rumah Pak Yana sebagai koordinasi lapangan OTL Margaharja, yah.... dipikir-pikir cukup nyamanlah tak sedingin kawan-kawan yang tidur dibalai terbuka dengan dinding yang terbuka dan angin bebas berhembus dari segala penjuru.
Bercerita dengan kawan-kawan disekretariat SPP – Tasik, ada juga hal-hal menarik yang bikin saya Salut melihat mereka. Mereka tidak dihidupi oleh Funding seperti kita yang ada disini, dalam menghidupi sekretariat mereka mendapatkan dari masyarakat yang tergabung dengan SPP. OTL-OTL sebagai dampingan mereka memberikan mereka sumbangan-sumbangan berupa SEMBAKO baik itu berupa beras, lauk-pauk, dll yang tidak berupa duit. Dari penuturan mereka yang harus turun lapangan yang jauh dari transportasi modern, kadang harus berjalan kaki berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mencapai lokasi, dan mereka tak pernah mengeluh. Kadang saya berpikir, mungkin mereka bisa makan dari hasil panen masyarakat tetapi bagai mana dengan pemenuhan pribadi mereka yang butuh hiburan dan perlengkapan pribadi lainnya. Mungkin mereka tidak terlalu memikirkan itu karena memang rata-rata mereka yang disekretariat adalah yang masih berstatus mahasiswa. Selidik punnya selidik ternyata hanya satu nama yang membuat kerisauan dan kegelisahan mereka sirna yaitu dengan menyebut nama Agustiana, ternyata tokoh yang bernama Agustiana inilah yang mereka bikin menjadi simbol dari pergerakan mereka. Salut sama Kang Agustiana....
Begitulah cerita yang kudapat dari perjalanan singkatku ke Ciamis selama 3 hari.... beralih lagi ke soal pelatihan. Pelatihan ini bertujuan untuk bagaimana masyarakat menyiapkan data-data yang diperlukan dalam mengantisipasi segala kemungkinan dalam proses advokasi baik negosisasi, mediasi maupun secara hukum (pengadilan). Ada dua sistem yang ditawarkan dalam pengumpulan data menuju advokasi yaitu RATA (Rapid Land Tenure Assessment) yang digagas oleh ICRAF dan WG Tenure dan dipresentasikan oleh bang Martua Sirait, satu lagi HuMa Win yang dipersentasikan oleh Andiko (HuMa).
RATA adalah suatu sistem pengumpulan data yang ditawarkan dalam menghadapi konflik untuk mencari penyelesaian terbaik. Sedangkan HuMa Win adalah teknik pendokumentasian dalam sistem Database yang sudah siap pakai dalam bentuk Microsoft Access dimana segala data-data yang diperlukan sudah tersimpan dengan baik dan siap diolah dalam berbagai bentuk data yang digunakan dalam penyelesaian konflik terbaik. Dalam pelatihan ini, penerapan sistem RATA digunakan dengan berbagai contoh kasus yang ada di wilayah LBH-SPP. Dari hasil simulasi ternyata masih banyak data yang belum terpenuhi untuk penyelesaian konflik, yang selanjutnya menjadi PR masing-masing OTL untuk melengkapinya. Salah satu contoh yang paling nyata dan harus dilakukan adalah Penataan Batas, hampir seluruh wilayah OTL belum melakukannya.

Kamis, 03 Juli 2008

PR ku yg belum selesai-selesai

Huh...Bingung mo mulai dari mana.... :D

Oh aku mulai ingat,

“Normalisasi”

Hah?????

normalisasi itulah awal PR ku, tepatnya aku harus menormalkan database konflik yang udah jadi...

setelah aku cek, ya ampiun.....

pusing...hehehehe...

aku sampe berpikir “database ini udah normal ke berapa ya?”

query yg simple aja ko ga bisa ya...

gilee....tapi aku harus selesein PR ini..(ayo semangat!!!!)

langkah pertama (hah langkah pertama???kaya apaan aja...hehehehe)

  1. export data dulu ke excel
  2. baru deh mulai di normalkan (ko cuma dua doang langkahnya????)

mencoba menormalkan ( di excelà jd flat tabel)....

database konflik ini acuan yg paling tinggi itu di tabel konflik, semua tabel bermuara di tabel konflik...

trus kan ada perubahan seharusnya database konflik ini acuan yg paling tinggi adalah sumber berita...

jadi aku harus rubah....

normalin data sumber dulu à di buat jadi index media

abis itu baru deh tabel konflik nya...

lalu aku harus menggabungkan index media ke tabel konflik...(masih lancar...)

setelah itu pindah ke tabel lokasi (lumayan lancar...walopun bingung dengan id nya à udah mulai stress...)

tambah stress lg pas aku relasiin ke pelaku... (di dalam tabel pelaku ko banyak ID yang aneh)à jd bingung bikin index nya...

aaarrrrggghhhhh.....hiks...hiks...ko g selese2 ya???

ya ampiun.......ko ribet bgt ya....

sempet ada dipikiran (mendingan bikin relasi sendiri yg belum ada datanya...)

akhirnya relasi (id..id... ma temen2nya) selese jg

sekarang ketemu lg sama tabel pelaku....

di tabel ini ko isinya aneh2 juga ya...hehehehe

ada pelaku konflik yang namanya “gajah” J , anehnya (plus bikin pusing) di sini ada pelaku yg sama misalnya “gajah” kenapa id nya beda ya??????

Yeah!!!!!

Akhirnya dari tabel index media, konflik sampe ke tabel pelaku selese di normalin...

Ups....salah ternyata belum selese....(yaaaa...... L)

Nenti blm relasiin tabel media, konflik dengan tabel pelaku.....

Ayo semangat!!!!!!!

Cek satu2... Idnya...terus..terus...akhirnya beres..

Ada masalah lg ternyata (gimana gabungin perusahaan sama konflik ya????)

Nanti dulu ah....

Mo bikin replikasi basis web kaya RPBBI dulu....

Import dulu dr excel ke mysql...

Yuk mariiiii......

Coba dulu 5 tabel ah... (tabel pelaku jgn dulu)

Sekarang mari buat kopi dulu...hehehehe

LEFT JOIN ..bla..bla...

LEFT JOIN ...bla....bla...

Lho ko g muncul???

Hahahahaha ternyata salah join tabel...

Setelah di otak atik muncul juga deh...

Selanjutnya adalah menghubungkan perusahaan mana2 saja yg terlibat konflik????

Ada yg bisa bantu????

PR ku ...PR ku.... ga selese2...(stuck di sini...)

Bingung cara relasiinnya ?????

Udah mulai g bisa berpikir....hahahaha

Mari kita liat yg bening2 dulu....hehehehe

Udah liat yg bening2 (air putih) tetep g bisa mikir lagi...hehehehehehe

Jumat, 20 Juni 2008

Peta Online


meminjam judul satu acara di tv swasta yang tayang setiap minggu,...akhirnya datang juga... sepertinya kata yang tepat untuk menggambarkan kehadiran peta online yang telah berhasil digarap teman-teman forest watcher di pendopo sempur kaler 26. perjuangan selama ini terbayar lunas dengan online nya peta ini. mimpi yang lama terpendam, akhirnya terwujud sudah...tahap awal yang berhasil dimunculkan adalah peta konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kalimantan, untuk daerah lainnya di Indonesia akan segera menyusul. Peta ini terhubung langsung dengan Database Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu milik Forest Wacth Indonesia yang sudah lebih dulu online. Perpaduan database ini akan memberikan gambaran kepada publik tentang profil, alamat, lokasi dan lain-lain dari suatu perusahaan HPH.
Online nya peta ini tidak terlepas dari bantuan teman-teman di Air Putih dan dukungan dari IndosatM2. Thanks atas server gratisnya.
dengan online nya peta konsesi ini, satu peer besar sudah bisa diselesaikan, sekarang tinggal bagaimana supaya data yang ada selalu update, lengkap dan terpercaya. untuk itu dibutuhkan kerja keras dan kerjasama tim yang solid. Buat Om Riddelella dan Om Bambang, kerja keras kalian sudah jadi kenyataan...salut...salut...salut...sukses....
baca juga disini